ALAMAT :

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekretariat : Gedung Balaikota DKI Jakarta, Blok F Lantai 3, Jl.Medan Merdeka Selatan No.8-9, Jakarta Pusat. Telp/Fax (021) 352.1623, HP.0812 8163 3337, 0856 4540 8945, E-mail : antonagusta@gmail.com
, c/p : Anton
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Minggu, 20 April 2014

ANOMALI CUACA KIAN PARAH

Dampak Cuaca di Daratan Diprediksi Makin Buruh

HUJAN DERAS dan ANGIN KENCANG
- Melanda seluruh Jakarta, Sabtu (19/04). Cuaca buruh ini menyebabkan 11 pohon tumbang, 1 papan reklame roboh, dan genangan 17 tempat. Mobilitas warga di sejmlah ruas jalan terganggu selama berjam-jam karena lalu lintas macet.

Sementara itu, sebuah mobil rusak tertimpa pohon tumbang di Jalan  Lapangan Bola, Jakarta Barat. Selain itu, satu rumah di Jalan Jomas, Jakarta Barat, juga rusak karena tertimpa benda keras yang sebelumnya melayang diterpa angin kencang.

Di perempatan Puri Indah, Jakarta Barat, pohon tumbang menimpa gerobak pedagang kaki lima. Tidak ada korban jiwa ataupun luka selama cuaca buruk melanda Ibu Kota.

Menurut Joko Siswanto, Kepala Balai Besar Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah II Ciputat, Banten, hujan deras dan angin itu bisa dianggap sebagai bagian dari fenomena global. "Saat ini, lautan di Samudra Pasifik mulai memanas. Ini mempengaruhi pola angin dari timur ke barat yang semakin kuat sehingga berpotensi terjadi badai di wilayah tertentu,"kata Joko,Sabtu (19/04), di Jakarta.

Adapun hujan deras disertai angin bisa terjadi sewaktu-waktu, tetapi tidak berlangsung lama. Pada saat yang sama, dampak cuaca buruk ini lebih berat dirasakan di wilayah daratan. Sebab, daya dukung lingkungan semakin buruk.

Peneliti Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Firdaus Ali, berpendapat, hujan deras dan angin kencang di Jakarta merupakan anomali cuaca. "Anomali cuaca terjadi pada kondisi yang tidak lazim. Jangan heran jika selama musim kemarau terjadi hujan lebat seperti saat ini,"katanya.

Menurut Firdaus, kondisi cuaca secara umum sepanjang tahun 2014 lebih parah dibandingkan dengan cuaca pada tahun 2013. Sebaiknya warga dan aparat terkait mengantisipasi cuaca buruk sepanjang tahun.

Genangan di Jakarta Selatan

Hujan deras disertai angin kencang, Sabtu (19/04), terjadi sejak pukul 14.30 WIB. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat, curah hujan yang turun rata-rata 56,1 milimeter per jam, sedangkan angin kencang bertiup dengan kecepatan rata-rata 12,5 meter per-detik.

Genangan paling banyak terdapat di Jakarta Selatan, yakni 6 tempat. Berikutnya genangan di Jakarta Pusat 5 tempat, Jakarta Timur 2 tempat, dan Jakarta Barat 4 tempat, Ketinggian genangan mulai dari 10 centimener (cm) hingga 50 cm.

Banjir menggenangi daerah Grogol, Jakarta Barat, sekitar depan Kampus Universitas Tarumanegara. Dampak dari banjir ini mengakibatkan arus lalu lintas tersendat, baik dari arah Kalideres - Grogol ke Slipi maupun sebaliknya dari arah Cawang - Slipi - Grogol. Antrean panjang kendaraan mengular dari perempatan Slipi hingga perempatan Cawang, Jakarta Timur.

"Dalam kondisi normal, dari Cawang hingga Slipi hanya ditempuh 15 - 20 menit. Ini hampir sejam," ungkap WIwiek (20), warga Cileduk,Kota Tangerang,Banten.

(sumber : Kompas Cetak, Minggu 20 April 2014)

Rabu, 09 April 2014

Gempa dari Sunda Megathrust Berpotensi Rusak Jakarta

FORUM PRB DKI JKT - Jakarta memiliki kerentanan sangat tinggi terhadap ancaman gempa berkekuatan hingga Mw 9 yang berpotensi terjadi di zona subduksi Selat Sunda. Selain kondisi tanah Jakarta berupa endapan aluvial sehingga lebih rentan guncangan, konstruksi bangunan di Jakarta belum disiapkan menghadapi gempa besar.

Hal itu dikemukakan Udrekh, Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dalam diskusi di Jakarta, Senin (7/4/2014). ”Sebagai perbandingan, gempa tahun 2009 di selatan Jawa guncangannya terasa cukup besar di Jakarta. Padahal, gempa saat itu baru skala Mw 7 dan MMI 4-5,” katanya.

Dengan kekuatan gempa di zona subduksi Selat Sunda (Sunda Megathrust) hingga Mw 8,7-9, guncangan yang dirasakan di Jakarta bisa mencapai skala VIII MMI. Jarak Jakarta dengan pusat gempa di Sunda Megathrust sekitar 170 km.

”Jangankan VIII MMI, untuk skala VII MMI, menurut penelitian awal kami, kebanyakan bangunan di Jakarta ambruk. Beberapa variabel penelitian meliputi usia bangunan, bentuk, dan fungsi,” katanya. Penelitian itu, kata Udrekh, akan diperdalam lagi. ”Untuk Lampung dan Banten, ancaman selain gempa, tentu tsunami,” ujarnya.

Geologi Jakarta

Kepala Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Haryadi Permana, mengatakan, ancaman gempa Sunda Megathrust harus diwaspadai. ”Walau periodisasinya belum diketahui, ancaman Sunda Megathrust memang nyata,” katanya, ”Potensi gempa lain yang harus diwaspadai adalah Mentawai Megathsrust yang dianggap sudah mendekati periode keterulangan sekitar 200 tahunan.”

Haryadi menambahkan, wilayah timur Indonesia mulai dari Papua hingga sekitar Ambon, Seram, ke Sulawesi Utara, juga rentan gempa dan tsunami. ”Namun, wilayah timur belum banyak diteliti,” katanya.

Untuk Jakarta, menurut Haryadi, tingkat kerentanan bertambah tinggi karena kondisi geologi kota yang labil. ”Kota Jakarta berada di dataran aluvial. Sangat lunak dan rendah sekali. Bahkan, sebagian daratan di bawah permukaan laut dan dialiri 11 sungai utama,” katanya.

Tanah aluvial memiliki amplifikasi tinggi jika diguncang gempa. ”Mungkin beberapa pemilik bangunan tinggi atau hotel-hotel sudah mendesain konstruksi bangunan tahan gempa, tetapi bagaimana dengan tanahnya? Bisa jadi fondasi atau tanahnya hancur,” katanya.

Menurut Haryadi, di bawah tanah Jakarta terdapat sesar-sesar tua yang belum dipetakan rinci. ”Dampaknya, kalau terjadi gempa di Laut Selatan, misalnya sekitar Sukabumi, orang Jakarta biasanya lebih merasakan guncangan dibandingkan dengan orang Bandung,” ujarnya, ”Saya menyarankan Jakarta dipantau oleh seismograf dan GPS untuk memantau apakah sesar aktif.”

Untuk itu, perlu upaya nyata dan masif, terutama di lingkungan pendidikan kebencanaan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. ”Pengurangan risiko bencana harus jadi arus utama dalam pembangunan,” ujarnya.



(sumber : Kompas Cetak/Selasa 08-April-2014)