Peran Strategis Forum PRB-API dalam
Mengembangkan Budaya Keselamatan
dan Ketangguhan Masyarakat Menuju
Jakarta Baru
Provinsi DKI Jakarta
merupakan Ibu Kota Republik Indonesia.
Di satu sisi memiliki sumberdaya yang luar biasa sebagai megapolitan, disisi
lain juga mempunyai permasalahan kebencanaan yang komplek. Dengan luas 661,52
km2, 40% atau 24.000 hektar merupakan dataran rendah dengan ketinggian
rata-rata di bawah permukaan air laut. DKI Jakarta juga merupakan pertemuan
sungai dari bagian Selatan dengan kemiringan dan curah hujan tinggi. Terdapat
13 sungai yang melewati dan bermuara ke
Teluk Jakarta. Secara alamiah, kondisi
ini memposisikan wilayah DKI Jakarta memiliki kerentanan yang tinggi terhadap
banjir.
Selain ancaman bencana banjir, DKI Jakarta juga memiliki ancaman bencana lain berupa cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, gempa bumi, tanah
longsor maupun ancaman bencana non alam dan sosial seperti konflik sosial,
kegagalan teknologi, epidemi dan wabah penyakit, kebakaran gedung dan pemukiman.
Risiko bencana di DKI
Jakarta dipengaruhi oleh ancaman bencana, kerentanan dan kapasitas dalam
menghadapi ancaman yang ada. Curah hujan tinggi dalam waktu yang pendek
meningkatkan tingkat bahaya banjir akibat topografi wilayah, daya dukung
lingkungan yang semakin menurun maupun kerentanan dan kapasitas warga dalam
menghadapi ancaman bencana. Penurunan permukaan tanah yang diakibatkan oleh
eksploitasi air yang berlebihan dan pembangunan infrastruktur semakin
meningkatkan ancaman banjir dan meningkatkan kerentanan wilayah maupun
komunitas DKI Jakarta.
Dampak perubahan iklim yang
saat ini ada, secara signifikan mempengaruhi tingkat risiko bencana. Karena
selain mempengaruhi variabel ancaman bencana, khususnya hidro-meteorologis dan
biologis, juga mempengaruhi kerentanan dan kapasitas yang ada. Hasil kajian Economy and Environment Program For
Southeast Asia (EEPSEA) menyebutkan bahwa DKI Jakarta merupakan daerah yang
paling rentan terhadap perubahan iklim. Dari 530 kota di 7 negara; Indonesia,
Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia dan Filipina, Indonesia merupakan negara
paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Kondisi ini perlu disikapi
secara sinergis dalam pemanfaatan ruang, lingkungan yang menempatkan
pengurangan risiko bencana sebagai landasan berpikir.
Pembelajaran gempa bumi di Nepal
Semua pihak mesti tanggap dan mau belajar dari
setiap musibah/bencana yang terjadi disekitar kita maupun di belahan bumi
lainnya. Gempa bumi berkekuatan 7,9 SR di Nepal pada hari Sabtu, tanggal 25
April 2015 dengan pusat gempa di darat pada kedalaman 15 kilometer telah menghancurkan
beberapa wilayah dan lebih dari 7.200 orang meninggal dunia. Sementara di dalam
negeri juga terjadi gempa bumi berkekuatan 5,7 SR pada 25 April 2015 pukul
23.41 WIB, dengan pusat gempa berada di 88 kilometer barat laut Pulau Morotai
Maluku Utara. Dari kedua kejadian gempa bumi tersebut hendaknya menjadi
pembelajaran bagi para pemangku kepentingan di Provinsi DKI Jakarta untuk
meningkatkan sinergitas, kesiap siagaan dan mengembangkan budaya keselamatan
serta ketangguhan menghadapi berbagai ancaman bencana.
Membumikan Sendai Frameworks untuk
Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
Kerangka Pengurangan Risiko Bencana
pasca 2015 telah diadopsi pada saat penyelenggaraan Konferensi Dunia ke-3 untuk
PRB, yang dilaksanakan pada tanggal 14-18 Maret 2015 di Sendai, Miyagi, Jepang,
yang merepresentasikan kesempatan yang unik bagi seluruh Negara.
Dengan mempertimbangkan pengalaman
yang diperoleh melalui penerapan Kerangka Aksi Hyogo, dan dalam upaya mencapai
hasil dan tujuan yang diharapkan, ada kebutuhan untuk difokuskan aksi lima
sector oleh Negara pada tingkatan local, nasional, regional dan global dalam 4
(empat) area prioritas aksi sebagai berikut : (1) memahami risiko bencana; (2)
memperkuat tata kelola risiko bencana dan manajemen risiko bencana; (3) investasi
dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan; (4) meningkatkan
kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif, dan untuk “membangun kembali
dengan lebih baik” dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Integrasi Pengurangan Risiko Bencana
dan Adaptasi Perubahan Iklim
"Integrasi
bencana, pembangunan dan perubahan iklim adalah sebuah pendekatan pembangunan
sosial dan pengelolaan resiko bencana terintegrasi yang bertujuan menghadapi
resiko bencana yang selalu berubah, mengembangkan kemampuan beradaptasi,
menanggulangi kemiskinan, paparan kerentanan beserta penyebab strukturalnya
masing-masing, dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan dari sisi
lingkungan dalam iklim yang senantiasa berubah (CSDRM, 2010)”
“Dibalik manfaat secara substansi,
manfaat dari sinergitas kedua isu (PRB-API) adalah penggunaan anggaran,
sumberdaya manusia yang lebih efisien. Pendekatan PRB-API dapat meningkatkan
keberlanjutan dan efektifitas. Bagi kedua komunitas PRB-API, adanya sinergi
PRB-API akan meningkatkan kesadaran dan pemahaman serta mendorong dialog,
pertukaran informasi dan bekerja sama dengan ahli serta praktisi, institusi
penanggung jawab, pembuat kebijakan yang peduli terhadap kebencanaan yang
diakibatkan oleh factor iklim, Ari Muchamad – Penilik Thamrin School”.
“Integrasi Pengurangan Risiko Bencana
(PRB) dan Adaptasi Perubahan Iklim (API) merupakan upaya menyatukan keduanya
sebagai satu kesatuan yang utuh. Disadari, dalam kontek praktik, upaya API –
PRB tidak dapat dipisahkan. Perbedaan muncul lebih dikarenakan isu atau
disiplin keilmuan yang membidangi keduanya. Selanjutnya menurunkan
perbedaan-perbedaan dalam pendekatan untuk melihat pokok persoalan yang ada.
Pada tujuan akhir, keduanya kembali menjadi satu kesatuan yang utuh;
menempatkan perlindungan dan keselamatan sebagai sasaran akhir. PRB maupun API
menempatkan manusia mampu mengurangi risiko yang diakibatkan oleh ancaman
bencana maupun dampak buruk perubahan iklim. Adaptasi perubahan iklim merupakan
upaya mengurangi kerentanan atas bahaya sekaligus meningkatkan kapasitas pada
seluruh komponen dari aset penghidupan (sunstainable livelihood/ penthagon
asset); human, social, physic, nature and finance. Dari sisi kapasitas,
pada tiga komponen utama; preparedness (kesiapsiagaan), partisipasi (participatory)
maupun kebijakan (policy), termasuk kelembagaan yang lebih tangguh dalam
menghadapi ancaman bencana yang meningkat akibat perubahan iklim.
Sementara dalam kontek adaptasi perubahan iklim, PRB merupakan strategi
atau pendekatan dalam adaptasi. Keduanya memilki hubungan signifikan. Hal
yang penting untuk dilakukan adalah saling menguatkan pendekatan-pendekatan
yang telah berkembang. Salah satunya adalah kajian kerentanan terhadap dampak
perubahan iklim yang menggunakan prediksi ke depan (30 – 60 ke depan) sebagai
basis analisis tingkat kerentanan sebuah komunitas atau kawasan. Penggunaan
data-data iklim dalam rentang waktu panjang secara konstan (20 – 30 tahun ke
belakang sampai saat ini) untuk menarik prediksi iklim ke depan merupakan hal
penting untuk dipertimbangkan dalam kajian risiko bencana. Sehingga hasil
kajian berupa tingkat risiko bencana dapat menggambarkan hasil jangka panjang.”
Ina Nisrina Haz – 2015.
Peran Strategis Forum PRB-API DKI
Jakarta
Forum PRB-API Provinsi DKI Jakarta
mempunyai posisi strategis untuk memainkan peran optimalisasi sumberdaya dari
tiga pilar pembangunan, yaitu dari unsur Pemerintah, Swasta dan Masyarakat.
Para Pemangku Kepentingan juga diharapkan sigap/tangkas untuk memahami,
merancang dan mengharmonisasi dokumen-dokumen perencanaan maupun kebijakan yang
diperlukan untuk percepatan aksi-aksi konkrit yang terintegrasi. Tidak bisa
dihindari ada banyaknya nomen klatur perencanaan dalam rangka mengelola
mekanisme penanggulangan bencana, diantaranya : (1) RPB - Rencana Penanggulangan
Bencana, (2) RPKB - Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana, (3) Renkon -
Rencana Kontinjensi, (4) Rencana Operasi, dll, dimana itu semua memerlukan
kebijakan yang terintegrasi untuk melakukan harmonisasi dengan SKPD terkait
maupun pemangku kepentingan lainnya.
BPBD Provinsi DKI Jakarta, sangat
mendukung program priortas yang dikembangkan forum, dimana hal tersebut
merupakan upaya untuk “Filling The Gap and Fix The System” : (1) menjadikan PRB-API sebagai
prioritas program daerah yang dilaksanakan melalui kelembagaan yang kuat, (2) mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana dan dampak
perubahan iklim untuk mengembangkan dan menerapkan sistem peringatan dini yang
lebih efektif dan efisien, (3) memperkuat kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dan dampak perubahan
iklim pada semua tingkatan masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif
dan efisien, (4) memanfaatkan pengetahuan,
inovasi, dan teknologi untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada
seluruh tingkatan masyarakat, (5) mengurangi faktor-faktor
mendasar penyebab timbulnya atau meningkatnya risiko bencana dan dampak
perubahan iklim.
Inisiatif Konkrit BPBD Provinsi DKI
Jakarta bekerjasama dengan Mercy Corps Indonesia
Pada
awal tahun 2015, BPBD Provinsi DKI Jakarta telah berhasil menginisiasi
terbitnya beberapa regulasi dalam bentuk Peraturan Gubernur terkait dengan tata
kelola penanggulangan bencana. Regulasi tersebut diantaranya meliputi : (1) Peraturan
Gubernur Nomor 145 Tahun 2015, tentang Penyusunan, Penetapan, Penerapan
Dan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Penanggulangan Bencana;
(2) Peraturan Gubernur Nomor 143 Tahun 2015, tentang Rencana Penanggulangan
Bencana Daerah Tahun 2014 – 2019; (3) Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2015,
tentang Bantuan Sosial Bagi Korban Bencana; (4) Peraturan Gubernur Nomor 14
Tahun 2015, tentang Rencana Kontinjensi Penanggulangan Bencana Banjir Tahun
2015.
Dalam
rangka menindak lanjuti implementasi aksi-aksi pengurangan risiko bencana,
khususnya terkait dengan bidang kesiapsiagaan dan pencegahan, BPBD Provinsi DKI
Jakarta akan mendorong terbitnya beberapa kebijakan public, melalui pembentukan
3 (tiga) Tim Kerja untuk menghasilkan rekomendasi substansi diantaranya adalah
regulasi : (1) peraturan gubernur tentang standarisasi rambu-rambu jalur
evakuasi, (2) panduan bersama kompetensi relawan penanggulangan bencana, dan
(3) peran serta lembaga usaha dan lembaga swadaya masyarakat dalam
penanggulangan bencana.
Untuk
itu Mercy Corps Indonesia menyambut baik dan merasa perlu secara konkrit
mendukung BPBD Provinsi DKI Jakarta dalam upaya sinkronisasi, optimalisasi dan
pengembangan kerangka kerja dalam rangka pengurangan risiko bencana di Provinsi
DKI Jakarta. Mercy Corps Indonesia akan mensinergikan dengan agenda exit strategi
Program Inisiatif Ketahanan Bencana bagi Masyarakat Rentan (Disaster Resilience Initiative for
Vulnerable Communities/DRIVE-C). DRIVE-C
adalah program yang dilaksanakan Mercy Corps Indonesia dengan tujuan
meningkatkan ketahanan masyarakat perkotaan dan sekitarnya yang rentan terhadap
risiko bencana melalui penguatan kapasitas masyarakat, pemerintah, dan sector
swasta. Program ini
dilaksanakan di Jakarta, Kota Tangerang, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten
Bandung Barat sejak tahun 2013 hingga Juni tahun 2015.
Inisiatif Konkrit BPBD Provinsi DKI
Jakarta bekerjasama dengan Oxfam Indonesia
Kompleksnya ancaman bencana di Provinsi
DKI Jakarta perlu disikapi secara sinergis dengan kebijakan pembangunan daerah
dan aksi-aksi konkrit yang terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dari para
pemangku kepentingan dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar bagi penyintas secara
efektif dan efisiens pada fase tanggap darurat bencana.
Demikian pula
dengan adanya infrastruktur pasar yang lebih mapan dengan mekanisme rantai
pasokan (supply chain) yang relative
lebih ajeg hampir di dalam setiap keadaan, dunia kebencanaan mestinya lebih
dapat memanfaatkan kesiapan pasar untuk penyediaan barang bantuan kemanusiaan
yang lebih cepat, lebih efisien, dan lebih memberdayakan. Dalam kerangka
berpikir seperti inilah, BPBD Provinsi DKI Jakarta bersama partner kerjanya
yang tergabung dalam Forum PRB-API Provinsi DKI Jakarta, yang beranggotakan
berbagai lembaga baik pemerintah maupun non-pemerintah termasuk pihak swasta
-yang memiliki keunggulan teknologi dan pasar- berusaha mencari formula dan
melakukan uji coba-uji coba demi perbaikan dimaksud. Kerjasama ini bersifat
multipihak yang juga melibatkan penyintas bencana yang di dalamnya terdapat
tokoh-tokoh masyarakat dan pengusaha-pengusaha mikro dan kecil (UMKM) sehingga
membentuk kerjasama yang utuh antara sector public, swasta, dan masyarakat (Public private people partnership=P4).
Bantuan darurat bencana untuk
pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana diberikan dengan memperhatikan standar
minimal kebutuhan dasar dan memperhatikan prioritas kepada kelompok rentan. Pelaksanaan pemberian
bantuan guna memenuhi kebutuhan dasar korban bencana dilakukan secara terkoordinasi, efektif,
dan akuntabel.
Untuk itu perlu diprakarsai pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar kepada
korban bencana di Provinsi DKI Jakarta dengan menggunakan teknologi uang elektronik
(e-money) kepada korban bencana yang telah terdata secara akurat.
Disamping itu juga perlu
didorong upaya pemberdayaan ekonomi rakyat
dengan menjadikan pedagang kecil (UMKM) di
wilayah terdampak sebagai pelaku utama dalam rantai pasokan (supply
chain) pemberian bantuan dasar bagi penyintas. Pemberian bantuan kebutuhan
dasar tanggap darurat disesuaikan dengan Peraturan Kepala BNPB No 8 Tahun 2008
tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Rekomendasi Forum PRB-API DKI Jakarta
Untuk mengoptimalkan peran strategis dalam menumbuh-kembangkan budaya keselamatan dan ketangguhan masyarakat menuju Jakarta Baru, Forum
PRB-API Provinsi DKI Jakarta memberikan rekomendasi 3 (tiga) langkah kongkrit sebagai
berikut:
1. Peran
koordinasi dan fasilitasi BPBD harus diperkuat sehingga memilki kemampuan
merangkul dan memfasilitasi kerja-kerja sinergis seluruh aparat terkait PRB-API;
2. Pengembangan
kapasitas SDM pegiatan kebencanaan (kemanusiaan) tidak bisa lagi di lakukan
secara sendiri-sendiri akan tetapi harus secara bersama-sama;
3. Ikhtiar
untuk mengembangkan green inspector, green police, green
prosecutor, dan green judges menjadi sebuah keharusan dalam
melindungi sumberdaya alam dan lingkungan kita;
Jakarta, 7 Mei 2015
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Anton
Agus Haryanta (0812.8163.3337), Tri
Indrawan (0815.8958.873).
Forum PRB-API Provinsi DKI Jakarta merupakan prakarsa multipihak untuk
mendorong pemikiran kritis dan progresif tentang tatakelola pengurangan risiko
bencana dan adaptasi perubahan iklim. Forum beranggotakan 3 (tiga) pilar dari
kalangan pemerintah, swasta dan masyarakat yang terintegrasi dalam
memfasilitasi berbagai kegiatan untuk menjaga agar optimalisasi dan sinergitas
berlangsung terbuka, ilmiah dan memberikan pencerahan strategis yang objektif.
Untuk menjalankan visi-missinya Forum
mengusung kumpulan tata nilai yang kami namakan “PRIMA”, meliputi Partnership, Respect, Inclusion, Mature,
Adaptif. PRIMA adalah tata nilai yang kami
internalisasikan kepada para pemangku kepentingan untuk mewujud nyatakan
visi-misi forum. Prima berarti tangguh dalam situasi dan kondisi apapun.
Contact Person: Anton Agus Haryanta, Ketua Umum Forum PRB-API Provinsi DKI
Jakarta,
Email: antonagusta@gmail.com
Twitter : @GustonDKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar